Salah seorang sahabat saya kebetulan tinggal di kawasan Baciro. Saya kerap sekali berkunjung kesana. Setiap kali saya berkunjung, saya selalu melintasi Jl. Tunjung Baru dimana di ruas jalan tersebut selalu terdapat kerumunan orang yang mengantri sate. Memang susah melihat penjual satenya, yang saya lihat hanyalah kepulan asap dan aroma satenya saja.

Rupanya penjual sate tersebut menjajakan satenya di trotoar. Belakangan saya mengetahui nama penjual sate tersebut, yaitu Mak Nur. Saya mengetahuinya ketika saya akhirnya memutuskan untuk mampir ke warung tersebut karena didera rasa penasaran. Untunglah saya datang di saat yang tepat, yaitu beberapa saat sebelum jam makan malam tiba. Alhasil pesanan saya pun disiapkan dengan waktu yang relatif singkat. Dengan sigap, pesanan saya pun dibuat di tungku kecil yang diletakkan di trotoar. Malam itu saya memesan sate campur seharga Rp. 18.000. Diatas rata-rata penjual sate keliling pada umumnya.

Cara berjualannya memang sangat sederhana namun siapa sangka jika di hari-hari biasa, sate yang berjualan dari pukul 16.00 WIB ini selalu dipadati pengunjung. Akhirnya pesanan saya pun tiba juga. Dengan duduk di pinggir jalan, saya pun menikmati sepincuk sate beserta lontong tersebut. Dagingnya lembut, sengaja dimasak dengan kematangan yang pas alias tidak membuatnya alot. Pas banget di mulut. Sedangkan rasa bumbu kacangnya terasa lembut, gurih dan sedikit didominasi rasa manis, terasa pas disantap bersama daging ayamnya yang juicy. Ngga heran jika warung kecil nan sederhana ini ramai dikunjungi para penggila sate.

Setelah sekian kali berlalu lalang di ruas jalan ini, akhirnya saya bisa merasakan kelezatan sate Mak Nur ini. Hmmm, meski namanya belum pernah saya dengar diperbincangkan orang-orang (tidak populer) namun saya cukup yakin jika rasa sate dari warung ini bisa ditandingkan dengan beberapa nama yang sudah lebih dulu populer.

Sate Mak Nur

Jl. Tunjung Baru, Baciro, Jogja

16.00 – 21.00 WIB

Tags : Kuliner, Jogja, Sate, Sate Ayam