Air hujan menetes tepat setelah saya melajukan motor dari rumah seorang teman di area selatan kota Jogja. Tetesan air hujan semakin deras dan angin yang dingin akhirnya membawa saya pada sebuah warung tenda di ruas Jl. D. I. Pandjaitan, Jogja.

Warung tenda mungil ini menampung saya yang sedikit basah dan kedinginan. Tampak sekelompok orang juga tampak tengah berteduh sembari bersantap dan mengobrol. Di belakang orang-orang itu terpajang spanduk nama dari warung kaki lima ini. “Rica Enthok Gading” dengan huruf yang berwarna merah tertulis di spanduk tersebut. Warna merahnya seolah menunjukkan betapa menu ini memiliki rasa yang pedas dan mampu memberikan kehangatan pada tubuh-tubuh yang kedinginan akibat angin malam. Saya pun mendekat bapak yang berjaga, dan memesan seporsi rica enthok sebagai santap malam saya. Tak lupa saya memesan dengan jumlah cabai empat buah. Tak terlalu banyak namun juga tak sedikit. Jumlah yang cukup untuk membuat saya meneteskan keringat dan menghadirkan rasa hangat di badan.

Suara sendok sayur yang bersentuhan dengan wadah pemanas rica tersebut memecah keheningan dan suara tetesan air hujan yang tak kunjung berhenti. Tak lama kemudian si bapak menyajikan menu rica enthok tersebut di hadapan saya. Sepiring nasi dengan dihias potongan daging enthok di atasnya, serta semangkuk kuah yang diatasnya tampak mengambang irisan cabai hadir di meja saya. Saya pun langsung mulai menyantapnya selagi panas. Menu rica yang ada dihadapan saya tentu saja tidak otentik dengan menu rica yang konon berasal dari wilayah Sulawesi itu. Rica dihadapan saya berkuah kecoklatan. Warna yang lebih mengarah pada rasa manis dan gurih ketimbang rasa pedas. Ketika saya cicipi, rasa manis dan gurih menyambut pertama. Rasa pedas yang cukup menggigit datang belakangan. Rasa pedas menjadi kejutan di akhir. Potongan daging enthoknya yang gurih dan telah dibumbu manis memberi sentuhan kekayaan rasa pada menu ini. Dagingnya yang lembut membuat bumbu manis dan kuah pedas rica ini dengan mudah menyelinap ke setiap lapis dagingnya. Sesekali potongan cabai tak sengaja tergigit dan menimbuklan sensasi pedas yang menghangatkan.

Kuah panas serta rasa pedas rica ini berhasil menghangatkan kembali badan saya. Seporis rica telah tandas di tangan saya namun hujan masih belum berhenti. Badan yang sudah hangat ini pun memutuskan untuk tetap melaju. Berbekal badan hangat, dan jas hujan, saya pun menyebrangi kota Jogja ke bagian utara. Bagian dimana saya tinggal.

Rica Enthok Gading

Jl. D. I. Pandjaitan, Jogja

17.00 – 23.00 WIB

Tags : Kuliner, Jogja, Rica, Enthok