Seorang teman mengirimkan pesan singkat ke telepon genggam saya bahwa toko dimsum-nya telah buka. Ia seorang juru masak paruh waktu, dan memang spesialis memasak dimsum yang kerap ia tulis dalam bentuk #umayumcha.

Dimsum racikan ia sudah sering hadir dalam menu sehari-hari saya, yang biasanya hanya dapat dipesan secara personal. Sebagai teman dan pelanggan setianya, saya pun tak melewatkan kesempatan untuk berjumpa dengannya di gerai barunya. Kami pun janjian dan bertemu di sebuah gerai kopi bernama Peachy Coffee. Rupanya, menu dimsum andalannya ini menjadi bagian dari menu-menu yang hadir di gerai kopi ini. Sebelum mengobrol, kami pun memutuskan memesan beberapa menu terlebih dahulu. Seporsi dimsum, dan zuppasup, serta segelas Dirty Banana, Flat White, dan filtered coffee menjadi pesanan kami sore itu.

Saya sendiri sudah mengenalnya cukup lama. Meski tak pernah terlalu dekat namun setidaknya sudah 10 tahun saya mengenalnya. Pertemuan awal dengannya yang saya ingat adalah ketika ia pentas dalam sebuah acara musik kecil-kecilan di sebuah hotel yang berlokasi di Kaliurang. Saat itu, ia mengenakan jaket putih tebal, dengan bulu pada bagian penutup kepalanya. Seingat saya ia memainkan musik elektronik yang saya pun tak paham jenis atau genrenya. Sejak itu saya kerap bertemu dengannya di beberapa acara musik karena saat itu saya menulis musik, dan ia aktif bermain sebagai musisi elektronik. Lompatan-lompatan hidupnya mungkin nyaris sama dengan saya, yang tergolong berpindah-pindah. Sejauh yang saya ingat, ia aktif bermain musik, kemudian ia aktif dalam aktivitas manajemen seni, kemudian ia turut terjun menjadi seniman, dan kini di antara berbagai kesibukannya itu, ia memasak dan menjual dimsum.

Pembicaraan sore itu terbilang ringan, seringan obrolan kami biasanya. Sedikit tentang aktivitas terbarunya, sedikit tentang gerai barunya, sedikit tentang lelucon percintaannya, dan sedikit tentang masa lalu. Sesekali, kami meminum minuman kami masing-masing, untuk sedikit memberikan energi selepas seharian beraktivitas. Rasa kopi yang kuat, serta sedikit gula yang hadir dari perasa pisang pada menu Dirty Banana membuat saya kembali berenergi. Tepat setelah senja hilang dari atas rooftop gerai yang berada di Jl. Taman Siswa, Jogja ini, kami pun berpamitan. Ia tetap tinggal di gerainya, saya pun melanjutkan perjalanan pulang saya.

*Menu dimsum yang ia racik satu per satu itu tak perlu lagi dipertanyakan kelezatannya. Sepanjang mengobrol, ia sengaja memesan satu piring bonus untuk saya yang tampak kelaparan dan begitu menikmati dimsum udang, ayam, dan daging asapnya.

Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin