Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Imba Coffee
Hari sudah mulai sore ketika saya beranjak keluar dari bangunan yang menyita waktu saya sedari pagi. Pekerjaan sedang cukup banyak namun saya bersikeras untuk meninggalkan pekerjaan tepat ketika jam kerja saya berakhir. Selain itu, seorang teman menghubungi saya untuk mengobrol selepas kerja. Dilihat dari pesan singkat yang ia kirimkan, sepertinya ia sedang kelelahan dan tampak membutuhkan teman mengobrol.
Kami bertemu di sebuah gerai kopi bernama Imba Coffee tepat selepas kami bekerja. Tempatnya yang terselip, dan waktu pertemuan yang tergolong jam tanggung membuat gerai berbalut nuansa semen ini masih terbilang sepi. Saya memesan segelas Iced Americano untuk menyegarkan badan, dan sepotong croissant. Ia memilih untuk memesan dua kopi sekaligus, segelas V60, dan Café Latte untuk memberikan energi yang tampaknya sedang sangat ia butuhkan. Ia mulai menceritakan betapa pekerjaan mulai menyita nyaris seluruh waktunya. Bahkan, selepas pertemuan kami, ia harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Pembicaraan seputar pekerjaan ini semakin mengerucut bagaimana sistem kerja berlebihan atau yang biasa disebut dengan over-work ini tidak menguntungkan untuk para pekerjanya, baik dari segi kesehatan, psikologis, maupun efektivitas kerjanya.
Menurutnya, hal yang lebih berat daripada tuntutan kantor adalah pandangan sesama rekan bekerja, yang terkadang memandang jika pulang tepat waktu adalah kemalasan dan bekerja secara berlebihan adalah sikap rajin. Hal ini tentu memberatkannya karena menurutnya kerja berlebihan tidak sama dengan bekerja secara efektif. Bahkan, beberapa teman memilih lembur dan bekerja secara berlebihan bukan karena pekerjaan yang menumpuk namun karena gaya hidup ataupun pilihan untuk tidak mengerjakan pekerjaannya pada jam kerja yang normal. Sedangkan ia, yang kebetulan bekerja secara efektif selama jam kerja yang normal mendadak diasumsikan sebagai pemalas hanya karena ia pulang tepat ketika jam kantor berakhir. Saya kebetulan memilih untuk bersikap sama dengan teman saya. Pekerjaan tidak dibawa pulang dan hanya dikerjakan pada jam kerja dengan alasan menjaga kesehatan dan kewarasan. Untung rekan kerja saya menyadari hal tersebut dan tak ada tuntutan sosial dari sikap saya tersebut. Hal ini berbeda dari apa yang dialami teman saya.
Meski tuntutan tak datang dari atasannya namun sikap rekan-rekan kantornya yang meilih gaya hidup tersebut memberikan tekanan tersendiri hingga akhirnya ia harus dengan tegas menjelaskan sikapnya dengan memberikan argumen-argumen dan data-data yang mendukung sikapnya. Setelah ia menyampaikan argumen-argumen tersebut, keadaan sedikit berubah. Tak banyak namun ada perubahan. Ia pun mempercayai jika gaya hidup ini perlahan akan berubah seiring berubahnya tren gaya hidup kantoran yang terkadang tidak terduga ini.
*Kedua gelas kopinya telah tandas, begitu pula dengan kedua pesanan saya. Ia tampak tak jenak, dan kami pun memutuskan untuk segera meninggalkan gerai kopi tersebut. Saya pulang ke rumah dan ia kembali ke kantor untuk kembali bekerja.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Imba Coffee
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Imba Coffee
Alamat :Soropadan, Condong Catur, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 08.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin
Komentari kuliner ini