Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Kedai Rukun
Kedai ini berada di persimpangan antara kecintaan seorang teman yang telah lama mengadu nasib dalam meracik kopi, serta kegemarannya pada menu-menu rumahan yang diperkenalkan padanya melalui tangan ibunya. Satu tahun yang lalu, saya masih melihat teman saya ini begitu aktif di dunia kopi. Di setiap perjumpaan kami, selalu ada kopi yang menyertai sebagai latar. Tahun ini, ia mencoba memberanikan diri membuka gerainya sendiri. Gerai yang sedikit tak lazim dimana kopi dan brongkos hadir dalam satu meja yang sama.
Ia mengundang saya untuk mengunjunginya. Sebuah undangan yang tak mungkin saya tolak. Bukan saja karena undangan ini berarti makan gratis namun juga keinginan saya untuk mendengarkan cerita-ceritanya. Cerita dimana ia memilih untuk meninggalkan dunia kopi yang cukup menjanjikan, dan memilih untuk mengubah teras rumah keluarganya menjadi sebuah kedai sederhana. Seperti namanya, Kedai Rukun ini begitu intim. Seintim sapaan teman lama yang mempersilakan saya untuk masuk, menyelami dunia barunya. Tak ada yang fancy dari tempat ini. Luka-luka pada setiap kayu yang hadir pada meja, jendela, bingkai pintu, semua menghilangkan perasaan dingin yang biasa hadir pada gerai-gerai kopi.
Sembari membawa satu mangkuk brongkos, dan kopi susu, ia menuju ke meja saya. Tepat setelah kedua tangannya tak lagi sibuk, sebuah cerita mengalir deras dari mulutnya. Ia membangun mimpinya dari keberanian yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit, dan dari pengalaman-pengalaman yang ia alami. Awal tahun ini menjadi penanda dimana semua sudah berada di titik yang ia inginkan. Dengan penuh kepercayaan pada apa yang telah ia persiapkan, ia pun membuka kedai di teras rumah keluarganya. Menu brongkos yang telah tersaji pun sesekali saya cicipi sembari mendengarkan dan menghangatkan diri dari hembusan angin dingin seusai hujan. Ia bercerita tanpa kehilangan senyuman di mulutnya. Bersemangat namun tak menggebu-gebu. Sesekali ia pun mempersilakan untuk mencicipi kopi susu, sebuah menu yang ia ketahui akan menjadi kegemaran saya. Meski teman saya ini bukan orang yang sudah saya kenal sejak lama tapi sepertinya dugaannya tak meleset. Mungkin dengan pengalamannya melayani banyak pengunjung tak susah untuk membaca selera saya.
Pukul 23.30 WIB, ia memutuskan beranjak kembali ke dapur untuk merapikan dapur sebelum menutup gerainya. Ia tak mengusir satu pengunjung pun. Ia tak bisa mengusir seseorang dari rumahnya. Beberapa orang tampak masih duduk santai di saat saya memutuskan untuk undur diri. Beberapa orang tampaknya merasa nyaman, dan enggan untuk pulang dari kedai tersebut. Kedai yang terasa seperti rumah seorang teman lama.
* Cerita ini bermula di sebuah kedai kopi tradisional yang tak mengenal jendela kaca berbingkai aluminium hitam. Sebuah kedai kopi yang memutuskan untuk mempertemukan secangkir kopi single origin dengan semangkuk brongkos.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Kedai Rukun
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Kedai Rukun
Alamat :Jl. Wates KM. 2, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 15.000,-
Jam Operasional : 15.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Brongkos, Bakmoy
Komentari kuliner ini