Cerita-cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Lutie Coffee
Seorang teman yang menyebut dirinya sebagai pecinta kopi susu sejati menghubungi saya tepat ketika ia menginjakan kaki kembali di kota ini. Ia pergi ke kampung halamannya yang berada di luar Jawa, dan ia baru saja kembali ke kota ini menggunakan moda transportasi yang menurutnya cukup melelahkan.
Ia meminta saya menjemputnya, dan mengantarkannya untuk meminum kopi susu. Maklum, di kota asalnya, kedai kopi susu belum populer dan menjamur seperti di kota ini. Sebagai pecinta kopi susu masa kini, ia pun merasa harus meminum kopi susu masa kini tersebut setelah tiga-empat hari tidak meminumnya. Sebuah kebiasaan yang untuk saya terasa mengada-ada. Apa boleh buat, teman tetaplah teman meski terkadang permintaannya sedikit merepotkan, khususnya permintaan untuk menghabiskan pagi bersamanya di saat hari saya cukup dipadati pekerjaan. Ia tidak mau tahu, dan alih-alih merasa tak enak, ia mengiming-imingi saya dengan cerita dari kampung halamannya. Saya pun mengalah, dan membawanya ke sebuah gerai kopi baru bernama Lutie. Sebuah gerai kopi yang cukup memiliki banyak pilihan menu kopi susu, dan dijamin dirinya belum pernah mengunjunginya karena gerai kopi ini baru buka tak lebih dari satu minggu.
Saya memilih untuk memesan Café Latte, dan ia memilih menu yang cukup menggambarkan karakternya yang untuk saya tak terlalu dewasa. Ia memesan segelas es kopi susu, lengkap dengan krim kocok yang tinggi seolah menghias hingga langit-langit gerai kopi ini. Seperti yang ia janjikan, ia menceritakan perjalanannya yang melompat dari satu pulau ke pulau lain menggunakan kapal. Sambung-menyambung hingga akhirnya tiba di Jogja. Ia menyebut perjalanan kali ini bukan sebatas perjalanan pulang. Ia menyelidiki sebuah rute perjalanan yang rencananya akan dia jadikan bahan penciptaan karya terbarunya. Selain pecinta kopi susu, ia adalah seorang seniman. Saat ini, ia sedang mempersiapkan sebuah karya, dan atas dasar alasan tersebutlah ia memilih moda transportasi yang menghabiskan waktu dan energinya ini. Demi mendapatkan pengalaman, gagasan, serta gambaran yang lebih detil untuk keperluan riset. Meminjam istilah yang ia pakai, ia menyebut laku yang ia jalani ini sebagai penciptaan seni berbasis riset. Istilah yang saya sendiri kurang memahami.
Ia bercerita tanpa henti. Gelas kopi kedua pun hadir di meja. Berbagai janji yang seharusnya saya tepati hari ini pun tergeser demi teman saya yang sedang sangat antusias bercerita tentang proses penciptaan dan perjalanan yang ia lakukan. Semoga saya ia menyadari jika ini semua adalah bentuk dukungan saya dalam prakteknya sebagai seniman. Sebuah profesi yang terkadang masih membuat saya kebingungan.
*Cerita ini terjadi di awal bulan. Waktu dimana dalam kerangka pekerjaan saya merupakan salah satu waktu tersibuk. Demi teman saya yang menyebut dirinya sebagai seniman pecinta kopi susu ini, saya rela menunda kesibukan dan menggantinya dengan empat gelas kopi di pagi hari dan mendengarkan cerita-cerita dari teman saya, di sebuah kedai kopi kecil bernama Lutie.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Lutie Coffee
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Lutie Coffee
Alamat :Jl. Flamboyan, Selokan Mataram, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 10.00 – 22.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong
Komentari kuliner ini