Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Silamo Coffee
Seorang teman yang berusia sekitar lima tahun lebih tua dari saya terlihat bingung ketika menatap layar telepon selularnya. Di kacamatanya, terpantul sebuah foto dengan tulisan di bawahnya. Saya menduga ia sedang melihat sebuah gambar dari akun media sosial seseorang. Dari mulutnya, ia bergumam sekenanya dengan berkata jika ia tak paham kenapa ada perdebatan ini.
Saat itu kami sedang berada di sebuah gerai kopi bernama Silamo untuk menyelesaikan pekerjaan. Mungkin suasananya yang nyaman, serta pekerjaan yang sudah nyaris selesai itu membuatnya lengah dan melemparkan dirinya ke dalam arus media sosial yang tak kenal lelah. Saya pribadi tak jauh berbeda dengan dirinya, hanya saja saya memilih untuk istirahat sejenak dengan memakan sandwich telur saya sembari meminum Hojicha Latte pesanan saya. Saya menengok ke arahnya ketika ia bergumam soal ketidakpahamannya dan menanyakan lebih jauh soal itu. Dengan sedikit berceramah, ia menyampaikan pendapatnya tentang sebuah perdebatan yang menurutnya benar-benar tak berguna, yaitu perihal etika penggunaan tagar latepost dalam sebuah unggahan foto di media sosial.
Saya mengetahui keberadaan tagar-tagar yang biasa digunakan sebagai penanda jika foto tersebut diambil di waktu lampau namun saya tak tahu jika memberikan tagar tersebut wajib hukumnya. Saya sependapat dengannya, saya bebas menggunakan tagar tersebut atau tidak meski foto yang saya unggah adalah foto dari waktu lampau. Tidak ada hubungannya jika saya tak menggunakan tagar tersebut pada unggahan sebuah foto lama lantas seseorang menjadi pembohong. Ia mengalihkan tatapannya ke saya, dan menjelaskan lebih jauh tentang pendapatnya tersebut. Menurutnya, apa yang kami pikirkan tersebut tidak sejalan dengan sebagian besar pengguna media sosial lainnya.
Lebih jauh, hal-hal semacam ini menunjukkan gejala yang cukup genting dimana generasi ini mudah teralihkan dan mempermasalahkan hal-hal yang tidak esensial. Sembari mencoba mencerna tanggapannya, saya meminum kembali minuman saya yang milky dengan aroma teh yang terbakar tersebut. Ia melanjutkan, dengan sebuah pertanyaan yang mengerikan, yaitu bagaimana jika hal-hal sederhana seperti ini adalah contoh bagaimana generasi ini terdistraksi dan mempermasalahkan hal-hal yang kecil ketimbang mencoba lihat persoalan yang benar-benar nyata. Jangan-jangan, persoalan sederhana ala media sosial seperti penggunaan tagar yang tidak tepat, pencitraan, dan sejenisnya adalah masalah utama sedangkan masalah besar yang dihadapi oleh negeri ini sebenarnya tak pernah masuk ke dalam pikiran mereka. Saya tidak berani berkomentar lebih jauh, saya memilih posisi diam dan mendengarkan. Mencoba merefleksikan pandangan ini kepada kehidupan sehari-hari saya yang juga memiliki ketergantungan yang tak berdasar pada media sosial.
*Setelah kami sempat terdiam bersamaan. Ia kembali menyentuh gelas kopi hitamnya yang tampak nyaris habis. Melihat cangkir kopinya yang telah habis, ia kembali memesan segelas Genmaicha, yang berarti kami akan segera meneruskan pekerjaan kami yang nyaris selesai ini.
Silamo
Jl. Sonosewu No. 30, Kasihan, Jogja
07.00 - 22.00 WIB
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Silamo
Alamat :Jl. Sonosewu No. 30, Kasihan, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 20.000,-
Jam Operasional : 07.00 – 22.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin
Komentari kuliner ini