Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Filosofi Kopi
Tahun 2003 adalah tahun ketika pertama kali saya mengenal apa yang dinamakan gerai kopi, atau saat itu terasa lebih keren dengan menyebutnya coffee shop. Entah kenapa ada yang berbeda, yang lebih terpelajar dengan menyebutnya dengan sebutan itu. Sejak saat itu, saya mengenal coffee shop sebagai sesuatu yang hangat, dan intim.
Sekitar lima tahun ini, gerai-gerai kopi yang berguguran dimakan jaman kembali banyak mengisi ruang-ruang di kota Jogja. Ia mengganti kehidupan dari sebuah bangunan yang sebelumnya entah berwujud apa. Kehadirannya berbeda dengan apa yang saya kenal dulunya. Gerai-gerai kopi ini tampak dingin. Ia hadir seperti sesuatu yang terlepas dari apa yang saya pahami tentang coffee shop. Seorang teman yang kebetulan lebih muda memahami ini. Untuknya nuansa dingin ini adalah sesuatu yang justru membuat mereka nyaman karena ia tidak terikat secara emosional. Semua jenis orang bisa dengan mudah menjadi bagian, dan di saat yang sama ia pun mudah ditinggalkan. Hubungan kekerabatan tampaknya sudah berubah. Mungkin orang-orang ini lebih senang berada di lingkungan yang dingin, yang seolah tak meminta banyak darinya.
Berbeda dengan saya yang dulu merasa terikat, yang kemudian turut merasa memiliki karena kehangatan ini tampakny sudah tak berlaku lagi di jaman ini.Teman saya kembali menyatakan pendapatnya tentang hal ini, dan untuknya ruang-ruang dingin ini pun tampak seragam layaknya cetakan pabrik. Satu dengan lainnya nyaris tak bisa dibedakan, kecil-kecil dan berderet. Untuknya, ia mencari sesuatu yang berbeda, yang bisa jadi luas, dan tak takut untuk menjadi berbeda. Sesuatu yang lebih sederhana dan dekat. Ia pun menyebutkan beberapa tempat, yang untuknya memenuhi keinginannya tersebut. Filosofi Kopi, sebuah nama terucap dari mulutnya. Ia menyukainya, dan untuk itulah ia membagi pengalaman berada di dalamnya bersama saya di pagi yang senggang ini. Sebelum menginjak siang menuju sore, gerai kopi ini sepi. Menginjak sore hari, semua menjadi ramai, semua mengangkat tangan dan mengabadikan keberadaan mereka di gerai kopi yang memang populer sebagai tempat berfoto ini.
Kami menghabiskan pagi hanya untuk membicarakan coffee shop. Sesuatu yang awalnya sesederhana tempat meminum kopi. Coffee shop berubah menjadi ruang interaksi, ruang berbagi, ruang pergerakan, atau apapun namanya. Ia memiliki ceritanya masing-masing, di tiap jaman, di tiap sudut kota ataupun negara.
*Kami membicarakan gerai kopi, di sebuah gerai kopi yang tak hanya menemani kami dengan secangkir flat white yang lembut, croissant dan berbagai pastry-nya namun juga dengan hembusan angin, dan gesekan dedaunan yang menghalau hawa panas pagi yang beranjak siang.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Filosofi Kopi
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Filosofi Kopi
Alamat :Sariharjo, Ngaklik, Sleman
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 30.000,-
Jam Operasional : 10.00 – 22.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Coklat Mocha, Chocolate Milk, Flat White, Cappuccino
Komentari kuliner ini