Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Gudang Kopi
Gerai kopi bukanlah tempat untuk menghabiskan malam namun untuk menghabiskan pagi. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang teman saya, yang kebetulan memang bekerja lepas untuk sebuah majalah. Ia, dengan bebas bisa mengerjakan pekerjaannya tanpa terikat ruang dan waktu. Saya, beserta jutaan pekerja kantoran lainnya dengan terpaksa terbatasi secara ruang dan waktu oleh sesuatu yang disebut dengan jam kantor.
Pada suatu pagi, saat dimana saya mendapatkan jatah libur sisa-sisa tahun lalu, saya memutuskan untuk melihat teman saya bekerja. Kami memutuskan bertemu di sebuah gerai kopi yang bernama Gudang Kopi pada pukul 09.00 WIB. Saya yang sedang dalam mood untuk tidak bangun terlalu pagi pun menawarnya menjadi pukul 10.00 WIB, dan ia pun menyepakati sembari berujar jika saya bisa datang kapan saja karena ia akan berada di gerai kopi tersebut setidaknya sejak pukul 09.00 WIB. Mendengar jawaban tersebut, saya cukup takjub. Ia berbeda dari beberapa teman saya yang juga bekerja lepas namun cenderung bekerja di detik-detik akhir. Selain itu, pilihan waktunya yang cukup pagi pun meruntuhkan stereotype yang biasa saya kenakan pada para pekerja lepas. Umumnya, saya menganggap mereka pekerja bagai kelelawar. Bangun semalaman, dan tidur hingga siang.
Saya tiba sesuai dengan waktu yang telah saya janjikan. Ia tampak sedang menatap layar monitor laptopnya yang tipis. Ia benar-benar memperlihatkan karakter pekerja-pekerja kosmopolit dengan segala stereotype-nya. Segelas kopi hitam yang saya duga sebagai Japanese Brew, dengan sepotong Almond Croissant yang sudah tersantap saparuhnya. Ia melihat saya, dan saya pun melambaikan tangan sembari langsung menuju ke bar untuk memesan. Berbeda dengannya yang sangat kini, saya adalah kopi susu kind of guy, yang dengan sesukannya memesan menu tersebut dengan Pasta Creamy Rendang. Setelah memesan saya menghampirinya sambil memujinya sebagai pekerja paruh waktu yang rajin karena bekerja di pagi hari. Ia menyambut pujian saya dengan sedikit menjelaskan jika ia adalah morning person, yang terbiasa bekerja pagi. Selain itu, menurutnya bekerja di gerai kopi pada pagi hari adalah bentuk upayanya menghindari keramaian orang nongkrong. Ia tidak suka jika harus bekerja dalam keramaian.
Saya pun lantas menanyakan kenapa tak memilih bekerja kantoran toh sama-sama pagi. Dengan singkat, padat, dan jelas, ia menjawab jika ia memilih untuk bekerja pagi, bukan dalam tekanan atau paksaan oleh apa yang disebut jam kantor. Selain itu, bekerja memberinya kebebasan memilih ruang untuk bekerja sesuai mood. Meski begitu, ia pun menjelaskan jika jam kantor memungkinkan seseorang untuk terlepas dari beban pekerjaan tepat ketika jam tersebut berakhir dan meninggalkan kantornya. Sedangkan pekerja lepas bisa jadi terjebak dalam pekerjaan 24 jam penuh hanya karena betapa cairnya konsep ruang kerja dan waktu bekerja.
*Di saat ia sibuk menjelaskan hal-hal tersebut, saya dengan cueknya menyantap menu Pasta Creamy Rendang dan es kopi susu pesanan saya. Ia, masih menatap layar sembari sesekali menatap makanan saya. Akhirnya, 30 menit menjelang tengah hari, ia memesan seporsi Omurice yang tampak lezat. Sama lezatnya dengan menu yang saya santap.
Gudang Kopi
Jl. Gejayan, Demangan, Jogja
07.00 – 24.00 WIB
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Gudang Kopi
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Gudang Kopi
Alamat :Jl. Gejayan, Demangan, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 35.000,-
Jam Operasional : 07.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin
Komentari kuliner ini