Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Leiden Coffee
Saya tak tahu apapun tentang Leiden, sebuah kota yang berada di negeri Kincir Angin itu. Akhir-akhir ini nama kota itu kerap terlihat atau terdengar di sekeliling saya. Kota ini tak saya kenal seperti saya mengenal Asterdam, Rotterdam, ataupun Den Haag yang kerap disebutkan di dalam buku.
Leiden muncul tiba-tiba. Ia pertama kali saya dengar dari seorang kawan yang menghabiskan seperempat kehidupannya di kota tersebut untuk belajar dan meniti karir. Nama ini kemudian muncul dari seorang teman yang juga baru menyelesaikan masa studinya sebagai seniman mukim di Belanda. Meski ia tak tinggal di kota tersebut namun ia kerap berkunjung ke kota itu, kota yang untuknya sedikit mengingatkan pada Jogja yang dipenuhi mahasiswa. Darinya saya merasa jika kota ini dipenuhi anak muda dari berbagai penjuru dunia, khususnya dari Indonesia yang sedang bersemangat bersekolah. Mereka datang dengan mimpi, dan mereka mendedikasikan diri untuk meneguk semua pengetahuan yang mampu ia teguk.
Seorang teman yang lain juga baru saja pulang dari kota tersebut setelah melakukan penelitian mengenai suatu masa di Indonesia dimana perseteruan antar etnis terjadi. Darinya, saya mengetahui jika di kota itu, sebuah pusat arsip mengenai Indonesia tersimpan rapat namun sangat mungkin untuk diakses. Kota ini kemudian tak lagi terasa semuda sebelumnya karena kota ini seolah menjadi pengepul ingatan sejak jaman dahulu. Ia muda karena anak muda yang hidup di dalamnya namun ia tua karena ia memiliki ingatan yang berderet panjang sejak jaman lampau. Cerita terakhir tentang kota ini hadir dari seorang teman peneliti yang sebelumnya tak pernah menginjakkan kaki di kota tersebut. Ia terbuai dengan semua cerita yang pernah ia dengar tentang kota itu. Ia berandai-andai untuk menjelajahi kota itu, tenggelam dalam arsip-arsip sejarah yang sudah menjadi kegemarannya sejak masih duduk di bangku kuliah. Kota ini terasa romantik meski hanya mendengarkan cerita dari mulut-mulut orang yang pernah hadir di kota itu. Ia mungkin tak sepopuler tiga kota yang telah saya sebutkan sebelumnya namun ia menghadirkan cerita-cerita yang indah. Cerita dari orang-orang yang pulang dari perantauan.
Saya tiba-tiba teringat kota ini ketika saya duduk di sebuah gerai kopi bernama Leiden. Entah apa yang ada di dalam kepala pencipta gerai kopi ini untuk menamai gerai kopinya sebuah kota di Belanda ini. Mungkin ia bagian dari orang-orang yang telah pulang. Orang-orang yang ingin membagi ceritanya tentang sebuah kota tak populer yang pernah menjadi bagian hidupnya.
*Gerai kopi yang terselip ini berhasil mengumpulkan banyak mahasiswa. Mungkin tak ada gambaran Leiden di dalam kepala mereka. Semuanya tenggelam di handphone, layar laptop, ataupun kertas-kertas yang berserakan di meja. Di saat yang sama, saya sedang mengingat kembali sebuah kota yang tak pernah saya kunjungi bernama Leiden sembari menikmati segelas Ice Cappuccino yang mengingatkan saya pada Koffie Verkeerd, segelas es Red Velvet, dan sepotong Croissant.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Leiden Coffee
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Leiden Coffee
Alamat :Jl. Kaliurang KM. 4.5 (Belakang Dunkin Donut), Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 09.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Appletaart, Avo Latte, Rood Spro
Komentari kuliner ini