Seorang teman di kantor mengajak untuk menghabiskan akhir minggu ini dengan mengunjungi sebuah gerai kopi baru bernama Sintesis yang konon merupakan gerai kopi baru di Jl. Kaliurang, Jogja. Ajakan itu rupanya merupakan ajakan untuk merayakan hari ulang tahunnya, yang ke-27. Angka yang konon selalu dianggap persimpangan yang membingungkan, dengan segala mistifikasi yang menyertainya.

Rupanya ia sengaja hanya mengundang tiga orang, saya dan seorang teman yang berumur sekitar lima tahun lebih tua darinya, dan satu teman lain yang belum menginjak umur 27 tahun. Ia, yang berulang tahun memang suka melakukan hal-hal yang tak terduga, yang menurut saya membuatnya menarik. Pada hari ulang tahunnya kali ini, rupanya setiap tamu yang diundangnya diminta untuk menceritakan tentang umur 27 tahun. Untuk satu teman yang belum mengalaminya, ia diminta untuk membayangkan tentang menjadi 27 tahun. Obrolan ini dimulai dari yang paling muda. Seperti anak muda lainnya, ia membayangkan segala capaian karir dan ekonomi yang dia harapkan akan segera terjadi. Ia membayangkan umur tersebut adalah puncak dari apa yang telah ia perjuangkan, puncak energi, dan bahkan percintaan. Optimis, terlalu optimis.

Setelah utopia umur 27 selesai disampaikannya, giliran seorang teman yang berumur sebaya dengan saya mengungkapkan dengan cukup bijak. Ia hanya bilang bahwa umur tersebut adalah umur paling membingungkan. Ia ada di persimpangan, dan biasanya hal itu terkait dengan keputusan besar yang harus dibuat segera. Keputusan besar tersebut akan mempengaruhi perjalanan seseorang ke depannya. Beberapa orang memutuskan menikah di umur tersebut, beberapa teman memutuskan berpindah kota ataupun negara di umur tersebut, bahkan, beberapa orang memutuskan mati di umur tersebut. Semua serba membingungkan meski untuk beberapa orang yang telah mantap, persimpangan tersebut hanya menjadi menanda atas kemantapannya. Mendengar hal tersebut, saya terdiam. Saya sepakat meski tak mengangguk. Saya pun melakukannya, membuat keputusan terbesar dalam hidup saya saat ini pada umur tersebut. Perasaan yang memenuhi diri saya ketika mendengar cerita tersebut membuat saya perlu mengalihkan perhatian saya. Sepotong bagel cream cheese berhasil mengalihkan perhatian saya pada rasanya yang cukup membius tersebut.

Tiba di giliran saya, saya hanya bisa mengungkapkan jika saya menyepakati apa yang telah disampaikan oleh teman saya sebelumnya. Umur 27 adalah waktu berpikir. Memang segalanya terasa seperti di puncak, tak terkecuali dengan pertanyaan-pertanyaan dasar tentang hidup. Pertanyaan itu berada di puncak dan merongrong siapapun untuk segera menjawabnya, dan di titik inilah biasanya kebingungan muncul. Ia, yang berulang tahun mendengarkan dengan seksama. Ia, yang berulang tahun pun membuka suara dan mengungkapkan bahwa dirinya baru saja membuat keputusan besar. Ia akan meninggalkan kota ini, negara ini dalam waktu dekat untuk bekerja di sebuah negara di Afrika. Sebuah negara yang tak akrab di telinga kami. Malam pun berakhir bersamaan selesainya pengumuman penting yang ia buat di ujung pertemuan kami.

*Sepotong bagel dan segelas es kopi susu yang tersisa saya habiskan perlahan sembari membayangkan sebuah negara bernama Guinea. Sebuah negara kecil di Afrika Barat yang kelak akan menjadi rumah baru buat teman saya tersebut.

Sintesis

Jl. Kaliurang KM. 5,5, Jogja

10.00 - 01.00 WIB

Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin