Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Tilasawa
Kami membuka pagi yang senggang ini dengan dua cangkir kopi, sepotong donat, dan dua potong pastry di sebuah gerai bernama Tilasawa. Tak lupa kami membawa cerita kami masing-masing, yang kebetulan terendap selama beberapa hari belakangan di kepala kami.
Malam sebelumnya, kami telah membuat kencan untuk bertemu pagi, tepatnya sebelum berangkat ke tempat bekerja kami masing-masing. Kami sepakat untuk bersantap pagi bersama karena kebetulan memang ada hal-hal yang ingin ia ceritakan secepatnya. Setelah kami duduk, dan semua kebutuhan sarapan ada di hadapan kami, ia mulai bercerita tentang kebingungannya menghadapi teman-teman sekantor yang menganggapnya terlalu ambisius, dan serius. Tak jarang mereka juga menjuluki teman saya tersebut sebagai Social Justice Warrior hanya karena ia membagikan pandangannya mengenai hal-hal yang kebetulan memang tergolong mengkhawatirkan. Istilah ambis dan SJW ini tak jarang dikenakan ke dirinya hanya karena ia punya cara yang berbeda dalam melihat berbagai hal, atau yang ia sebut sebagai perjuangan dia.
Awalnya saya bingung menanggapi cerita ini karena memang kebetulan saya pribadi tidak pernah mengenal istilah-istilah tersebut. Ia melanjutkan jika dirinya kerap memilih untuk melakukan hal-hal yang ia anggap perlu demi kehidupannya tanpa mengganggu orang lain, yang kemudian membuatnya jarang untuk melakukan hal-hal menyenangkan seperti nongkrong bersama teman atau bahkan party seminggu tiga kali. Untuknya hal-hal tersebut memang berguna jika dilakukan untuk refreshing namun ketika hal tersebut dilakukan terlalu sering, hal tersebut menjadi rutininas yang menurutnya membosankan. Parahnya, hal tersebut menjadi rutinitas yang membosankan dan costly. Tentu hal ini bertentangan dengan apa yang ia perjuangkan baik secara ekonomi maupun perkembangan dirinya. Di saat yang sama ia juga kerap mengkritisi berbagai hal yang terkait dengan isu-isu sosial. Bukan hal-hal seperti parenting, yang untuknya tak perlu dipertentangkan di ranah media sosial. Aktivitasnya menggunggah hal-hal serius terkait isu sosial maupun lingkungan ini semakin membuat teman-temannya menganggapnya sebagai pribadi yang tidak asyik dan menyebalkan.
Di titik ini saya bingung dan mulai bertanya, dan salah satu pertanyaan saya adalah apa yang sebenarnya diinginkan oleh teman-temannya tersebut. Bukankan menjadi serius dan bertanggung jawab pada kehidupan pribadi adalah hal yang baik. Selain itu, bukankan menyebarkan informasi-informasi terkait isu sosial dan lingkungan perlu dilakukan mengingat media selalu memiliki caranya tersendiri dalam melakukan tindakan sensor. Pertanyaan-pertanyaan ini kemudia keluar dari mulut saya dengan perasaan heran, bingung, sekaligus tidak terima. Menurut teman saya, menjadi sama dan menyenangkan adalah hal yang mungkin mereka inginkan karena mungkin mereka tak membutuhkan betapa dunia dan kehidupan berjalan dengan cara yang sangat buruk. Ketidak-mampuan mereka menerima kenyataan itulah yang membuat keseriusan dan ambisi terlihat sebagai ancaman untuk pandangan mereka atas dunia yang menyenangkan.
*Pernyataan teman saya membuat kami berdua terdiam dan mencoba mengalihkan pikiran yang semakin berat ke menu-menu di hadapan kami. Meski menu-menu di hadapan kami memikat namun kesegaran Es Kopi Susu Sereal, kelezatan pastry-pastry dan donat, serta rasa mantapnya filtered coffee di hadapan kami tak mampu mengalihkan kebingungan dan kecemasan kami.
Tilasawa Coffee
Jl. Rajawali, Mrican, Jogja
07.00 – 00.00 WIB
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Tilasawa
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Tilasawa
Alamat :Jl. Rajawali, Mrican, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 07.00 – 00.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Nongkrong, Kopi, Coffee, Manual Brew
Komentari kuliner ini