Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Balakosa
“Apa yang membuat sebuah tempat itu rumah?”, seorang teman bertanya kepada saya ketika kami sedang duduk bersama di sebuah gerai kopi bernama Balakosa.
Saya terdiam. Memikirkan jawaban terbaik yang bisa saya ajukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Saya pun menjawab dengan jawaban yang singkat dan sederhana, yaitu perasaan akrab. Setelah melemparkan jawaban tersebut, saya sempat berpikir jika jawaban saya terdengar terlalu biasa atau tidak menarik sama sekali. Maklum, teman saya yang duduk di hadapan saya sembari menikmati minuman bernama Beauty Black ini baru saja menjalani perjalanan panjang dengan rute Kamerun -Italia-Prancis-Belanda. Tentu jika dibandingkan dengan saya yang selalu berada di seputaran DIY-Jateng membuat saya sedikit minder. Bahkan, mungkin pendapat saya tentang rumah pun tidak valid mengingat saya tak pernah benar-benar meninggalkannya.
“Setuju”, jawabannya tak kalah singkat meghentikan kebisingan di kepala saya. Perasaan akrab untuknya adalah hal yang membuat sebuah tempat menjadi terasa rumah. Ia pun melanjutkan jawabannya dengan menceritakan perjalanan cukup panjang yang baru saja ia lalui dimana di tengah perjalanan yang berdurasi 10 minggu tersebut, ia merasa nyaris kehabisan energi karena merindukan rumah. Merindukan sesuatu yang ia akrabi. Selalu dalam keadaan berpindah membuatnya tak sempat benar-benar mengakrabi negara-negara tersebut. Ia merasa selalu dalam perasaan yang sementara. Seperti turis namun tanpa excitement menjadi turis. Waktu yang singkat tak memberikan kesempatan untuknya lebih mengenal. Seperti dalam speed-date, sebuah kencan yang dengan cepat berganti pasangan tanpa mengetahui lebih dalam tentang kepribadian orang di hadapannya. Tidak ada kesempatan untuk tubuhnya mengalami ritme yang sama dengan setiap kota yan disinggahinya, dan hal ini membuatnya semakin cepat lelah.
Untungya, nyaris di ujung kelelahannya, ia bertemu dengan Belanda, negara yang pernah ditinggalinya dalam waktu yang cukup lama. Negara dimana tubuhnya cukup mengenali setiap belokan di kota tempat tinggalnya. Di saat yang sama, orang-orang yang pernah diakrabinya pun masih berada di kota yang sama. Hal-hal sederhana inilah yang kemudian membuatnya menyebut Belanda sebagai “nyaris rumah”. Rasa akrab yang hadir di kota ini membuatnya sudah hampir tiba di rumah. Ia tinggal sekitar 10 hari di negara tersebut, di satu kota bernama Amsterdam. Ketika akhirnya harus pulang menuju Indonesia, energinya perlahan kembali. Tepat ketika menginjakkan kaki di rumah, Jogja, semua energi telah kembali.
*Jawaban sederhana saya berhasil dijelaskan dengan baik olehnya melalui cerita perjalanannya yang sangat detil. Saya larut dalam ceritanya sembari ditemani segelas Praline, sebuah minuman kopi dengan sirup kacang yang sangat menenangkan.
Balakosa
Jl. Kedawung, Nologaten, Jogja
11.00 – 02.00 WIB
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Balakosa
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Balakosa
Alamat :Jl. Kedawung, Nologaten, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 11.00 – 02.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Nongkrong, Kopi, Coffee, Manual Brew
Komentari kuliner ini