Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Homi
Kami berkendara pulang dari sebuah gerai kopi bernama Homi. Kami berboncengan menerjang hawa dingin malam kota Jogja. Konon katanya, hawa dingin yang selalu hinggap sesaat di kota Jogja ini terbilang salah satu yang terpanjang selama kurun waktu lima tahun ini. Saya tak berharap hawa dingin ini segera berganti hawa panas kota Jogja seperti biasanya namun sepertinya kebanyakan orang lainnya berpikiran sebaliknya.
Di sepanjang perjalanan tersebut, kami bercerita tentang hal-hal yang cukup nostalgis, tentang gerai-gerai kopi yang pernah kami kunjungi di masa lalu. Kami membukanya dengan cerita satu-dua gerai kopi yang menurut saya ataupun dia sebagai gerai kopi favorit. Anehnya, semua yang kami sebutkan sebenarnya tak pernah benar-benar soal rasa minuman ataupun makanannya. Kami membicarakan hal-hal yang mengitarinya. Semua berputar diantara ehangatan suasana, kehangatan orangnya, serta perasaan-perasaan lain yang hadir ketka berada di gerai kopi tersebut. Sepertinya dulu terasa lebih sederhana, dan tentu saja akses internet yang cepat tidak pernah masuk ke dalam perhitungan kami dalam menikmati sebuah gerai kopi.
Lain jaman lain pula cara menilainya, tak terkecuali kami yang mengalami masa lalu, dan hidup di masa kini. Waktu yang mungkin sudah berselang sekitar 15 tahun tersebut pun turut mengubah cara kami menikmati nyaris apapun. Kami pun coba mulai mencari tahu apa yang kami nikmati dari sebuah gerai kopi masa kini, atau setidaknya apa kesan yang kami dapatkan setelah berada di gerai kopi bernama Homi yang baru saja kami lakukan. Satu yang langsung terucap oleh teman saya yang duduk di belakang adalah keramahan sang barista. Teman saya tersebut memang menghabiskan waktu cukup panjang di depan bar hanya karena ia ingin memesan kopi single origin yang memiliki karakter rasa tertentu, yang kemudian mengharuskannya mengobrol panjang dengan baristanya. Sedangkan saya menyebutkan kalau posisi meja dan keramaiannya pas, dan cocok untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini memang penting karena posisi meja yang terlalu pendek ataupun keramaian yang berlebih membuat saya tak nyaman.
Tanggapan-tanggapan kami atas sebuah gerai kopi pun tampaknya berubah menjadi sesuatu yang sangat praktikal. Semua obrolan memiliki tujuan, semua ukuran benda diukur atas fungsi. Tak ada yang salah dengan semua hal tersebut namun mungkin ini hanya perasaan rindu pada hal-hal remeh-temeh masa lalu saja.
*Rasa tampaknya menjadi penting saat ini untuk kami menikmati secangkir kopi. Secangkir kopi yang terbuat dari biji kopi dari daerah Afrika yang diolah dengan cara yang sesuai untuk menghasilkan rasa kopi yang sempurna menjadi penting karena mungkin kami tak lagi ingin menikmati kopi sekenanya. Kami menjadi praktikal, ada harga ada rasa. Sedangkan dulu harga menjadi tak masalah selama kami nyaman berlama-lama, dikelilingi orang baru, meski rasa kopi sekenanya.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Homi
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Homi
Alamat :Jl. Kenari No. 7, Demangan Baru, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 25.000,-
Jam Operasional : 09.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es Kopi Susu, Single Origin
Komentari kuliner ini