Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Wande Kopi
Seorang teman, yang kira-kira satu dekade lebih tua dari saya menghampiri saya di ruang kerja saya. Wajahnya tampak sedikit lelah dan kepanasan ketika memasuki ruangan. Tiba-tiba, ia berujar tentang betapa nikmatnya jika ada segelas es kopi yang bisa ia minum saat ini. Saya menimpalinya sekenanya jika saya lebih memilih es kopi susu daripada es kopi hitam. Saya terkejut ketika ia menyahut jawaban ngasal saya dengan seolah-olah ia tidak mengetahui sama sekali keberadaan es kopi susu. Minuman yang sedang sangat populer di kalangan anak muda, yang fotonya bertebaran nyaris di semua media sosial.
Ia tua. Sepuluh tahun lebih tua. Jarak umur yang cukup untuk membuatnya tidak mengikuti apapun yang sedang populer di kalangan anak muda. Ia pun meminta saya untuk menunjukkan foto es kopi susu yang saya maksud, dan tepat setelah ia melihatnya, ia meminta saya mengajaknya ke gerai kopi yang menyediakan menu seperti yang ia lihat sebelumnya. Ajakan ini terlihat lebih seperti perintah ketimbang ajakan, sehingga saya pun tak mungkin menghindar dari ajakan ini. Saya menutup laptop, dan meutuskan untuk mengajaknya ke sebuah gerai kopi bernama Wande Kopi yang terletak tak jauh dari lokasi keberadaan kami. Kami meninggalkan pekerjaan layaknya anak sekolah yang membolos, melompat ke atas jok motor, dan bergegas pergi seakan-akan ada orang yang akan mengetahui dan menghentikan aksi membolos kami. Tak lama berkendara, kami pun tiba di lokasi. Ia mempercayakan seluruh pesanannya pada saya. Saya, memesan tiga jenis kopi susu, satu klasik, satu dengan gula jawa, dan satu Vietnamese drip. Ia pun mencicipi satu per satu seolah ia baru saja mengalami sesuatu yang baru.
Ia pun mulai bercerita tentang bagaimana ia sudah lama tidak merasakan sensasi mengalami sesuatu yang baru lagi. Saya pun mulai tenggelam pada cerita yang meluncur deras dari mulutnya tersebut. Untuknya hal sederhana seperti mencicipi es kopi susu kekinian adalah sesuatu yang baru untuknya. Sudah lama ia tak merasakan perasaan tersebut. Pekerjaannya yang lurus tak memberikan tantangan. Kehidupan keluarganya yang juga berjalan lancar pun untuknya menjadi sebuah upaya bertahan dalam rutinitas ketimbang merasakan dinamika naik turun bak kapal yang melintasi lautan. Pertemanan pun statis. Tak ada drama yang baru, dan hanya drama-drama usang yang diulang-ulang. Ia bercerita semata-mata untuk bercerita. Menjelaskan ketiadaan kebaruan pengalaman dalam kehidupannya lima tahun belakangan.
Di saat yang sama, ia juga tidak lupa mensyukurinya karena ketiadaan hal baru berarti stabilitas. Ia menjelaskan bagaimana ini menjadi lingkaran yang saling terkait satu sama lain dan tak bisa dihindari. Di ujung akhir, ceritanya mempengaruhi saya, yang akhirnya membawa saya pada pertanyaan tentang seberapa saya menginginkan kebaruan. Sesuatu yang rupanya susah untuk saya jawab dalam waktu yang singkat.
*Bermula dari segelas es kopi susu masa kini, es kopi susu klasik, dan Vietnamese drip, yang berujung pada sebuah pertanyaan tentang pengalaman baru. Mungkin fenomena es kopi susu ini baru untuk beberapa orang, dan sudah menjadi pengalaman harian seseorang yang lainnya. Hal yang pasti, bisa jadi hal sederhana yang tak pernah kita lakukan akan menumbuhkan gelombang-gelombang kecil yang membuat keseharian menjadi sesuatu yang tak membosankan.
Buat toko online cuma 20 detik! Hanya Rp 99ribu/bulan. Coba sekarang GRATIS 15 hari. Kunjungi Jejualan Jasa Pembuatan Toko Online.
Cerita-Cerita dalam Sebuah Gerai Kopi: Wande Kopi
(Dito/DISKON.com)
Lokasi:
Nama Resto : Wande Kopi
Alamat :Komplek Pertokoan Tritunggal, Tritunggal, Bangunharjo, Bantul, Jogja
Harga Per Porsi makan dan minum : Rp 15.000,-
Jam Operasional : 09.00 – 24.00 WIB
Rating :
Latitude: | Longitude: |
Tags : Kuliner, Jogja, Kopi, Coffee, Nongkrong, Es kopi susu, single origin
Komentari kuliner ini